
The Man from Earth adalah film yang bersetting sederhana, jauh dari hingar bingar spesial efek, dan hanya dimainkan oleh 8 tokoh sentral dalam suatu ruang keluarga. Tapi mereka bukan sembarangan orang, mereka adalah profesor dibidangnya, ada anthropologist, Scientology, ahli agama, psikiater, semua berkumpul untuk memberikan salam perpisahan kepada tokoh sentral film ini, yaitu John Oldman yang diperankan David Lee Smith.
Kekuatan film ini adalah pada dialog tokoh-tokoh dengan intelektual tinggi tersebut. Cerita bergulir ketika John mengaku bahwa dia adalah manusia berumur 14000 tahun, tidak pernah mati, dan tidak karena reinkarnasi. Dia adalah manusia yang hidup terus selama ribuan tahun itu, mengalami semua hal dalam sejarah umat manusia, sehingga dia bisa menjelaskan jawaban atas pertanyaan dari para ahli dan profesor yang juga adalah temannya.
Pembicaraan mengalir dari hal sains, sosial, psikologi, sampai pada agama. Setengah film, kita akan terpaku dan ikut menyelam dalam jalan pikiran tokoh-tokoh yang saling berusaha mempertahankan pendapat mereka masing-masing untuk berusaha menelaah apakah pengakuan John itu benar atau hanya bohong.
Memasuki setengah akhir film, ketika mereka mulai menyentuh pertanyaan tentang agama, mulailah ide-ide ateisme disuntikkan oleh Jerome Bixby sang penulis film ini. Bagi umat Kristiani yang tidak mempunyai pengetahuan dan iman yang kuat dibidang agamanya, akan terbawa untuk dipengaruhi secara negatif. Seperti tokoh Edith (Ellen Crawford) dan Harry (John Billingsley) yang digambarkan adalah ahli di bidang literatur Kristen, tapi mereka pun goyah dan tidak bisa mengambil kesimpulan tentang siapa John setelah dia mengaku sebagai seorang tokoh Alkitab yang terkenal.
Film yang sangat direkomendasikan bagi mereka yang ingin melihat film drama dengan kekuatan jalan cerita, akting kelas atas, dialog-dialog yang dalam, tanpa action dar der dor, tanpa spesial efek canggih, tanpa kesedihan yang menyayat-nyayat, tanpa darah berceceran ataupun tanpa lawakan yang akan membuat kita terbahak-bahak. Konflik dibangun dari lontaran-lontaran cara berpikir setiap tokoh.
Menonton film ini seperti membaca filsafat, belajar psikologi, dan berusaha mempraktekkan ilmu sains, sejarah, sosial, untuk mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi dengan catatan tebal, dibalik ide cerita yang brilian ada pesan yang tersembunyi dari penulis bahwa iman, kepercayaan, atau pengetahuan apapun yang kita miliki, itu semua tergantung pada kita apakah akan mempercayai dan berpegang sepenuhnya, atau menjadi goyah ketika kita mendapatkan berita atau fakta yang bertentangan dengan apa yang kita percayai. Semua itu tergantung kita, seperti sebuah dialog antara John dan Edith yang menjadi puncak konflik dalam film ini.
No comments:
Post a Comment